Sebagai pecinta film serta member Komunitas Film Montase, Debby Dwi Elsha, turut serta dan berkontribusi dalam kemajuan festival film. Berpartisipasi dalam Jogja-NETPAC Asian Film Festival (JAFF) ke-13, Debby bertanggungjawab sebagai Chief of Public Lecture. Partisipasi ini merupakan bentuk perwakilan atas kerjasama JAFF dan Asosiasi Kajian Film Indonesia (KAFEIN) dalam penyelenggaraan, di mana Debby berperan sebagai anggota yang bertugas di bagian humas dan publikasi. Memiliki pengalaman praktis dan akademis sebagai akademisi Ilmu Komunikasi di Universitas Teknologi Yogyakarta, Debby pun dipercaya untuk memimpin acara yang terdiri dari 5 panel kuliah umum. Kuliah umum yang diselenggarakan pada 28 Novermber sampai 3 Desember 2018 ini terbuka untuk umum dan diselenggarakan di Jogja National Museum.
Sesuai dengan tema festival yakni Disruption, kuliah umum yang diberikan mengangkat tema disrupsi meliputi Asian Film in Disruption Era, Indigenous Film, Film Festival Guide, Asian Classic Film dan Focus on Garin Nugroho. Para pembicara yang hadir diantaranya adalah sutradara handal Garin Nugroho yang merupakan pendiri dan presiden JAFF sebelumnya, Budi Irawanto selaku presiden JAFF dan akademisi, Lulu Ratna yang pada kesempatan kali ini merilis buku Panduan Festival Film, dan lain-lain yang tentunya telah memiliki banyak pengalaman dalam bidang film.
Dalam kuliah umum, tidak hanya disampaikan pemaparan materi saja tetapi juga terdapat sesi diskusi yang kritis dalam menganalisis kemungkinan yang akan terjadi dalam bidang perfilman dan industri wilayah Asia. Banyaknya penonton yang hadir dari berbagai kalangan baik pelajar, mahasiswa, akademisi, praktisi, maupun pecinta film dari kalangan umum memperkaya diskusi hingga waktu yang tersedia seolah tidak pernah cukup.
Debby menyatakan bahwa panel-panel ini disediakan untuk secara kritis memfasilitasi penikmat dan pemerhati film untuk mengetahui kondisi filman Asia di era disrupsi yakni banyaknya perubahan yang terjadi akibat kemajuan teknologi. Baik dari segi produksi, distribusi dan konsumsi mengalami perubahan pola yang disesuaikan dengan kemajuan teknologi dalam berbagai aspek. Tentu saja, dari semua kemudahan produksi, distribusi dan konsumsi film yang dapat kita akses sekarang, penghargaan atas hak cipta tetap harus dijunjung tinggi karena film adalah karya harus terus dilestarikan kebudayaannya dari masa ke masa.