Galeri Foto Jurnalistik Antara (GFJA) yang didukung oleh Direktorat Sejarah, Direktorat Jenderal Kebudayaan, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) Republik Indonesia, membidani acara pameran foto perjuangan kemerdekaan yang bertema Art & Diplomacy (Seni dan Diplomasi). Acara pameran yang berlangsung satu bulan ini dimulai dari tanggal 16 Agustus – 16 September 2019 bertempat di Gedung Perpustakaan Nasional. Pameran ini digagas untuk menyambut HUT kemerdekaan Republik Indonesia ke-74. Pameran ini dikuratori fotografer senior Indonesia, Oscar Motuloh. Saat ini, beliau menjabat sebagai Kepala Divisi Museum dan Galeri Foto Jurnalistik Antara, Kantor berita ANTARA. Selain di Jakarta, diadakan pula pameran keliling (POP-UP) di beberapa kota, seperti Belitung, Pontianak, Papua, Pati, Karimun Jawa, Yogyakarta, Semarang, dan Bali.

Selain foto, dipamerkan pula poster, buku, manuskrip, komik, mural, musik, serta film yang semuanya bertema sejarah perjuangan. Acara screening film menjadi bagian dari rangkaian acara pameran yang berlangsung pada hari Rabu, 21 Agustus 2019, pukul 14.00 di Ruang Teater Lantai 2 Perpustakaan Nasional RI, yang berlokasi di jalan Merdeka Selatan, Jakarta Pusat. Film yang di-screening adalah dokumenter pendek berjudul Paintings of War: Aggression in the Eyes of Childrenyang merupakan hasil kolaborasi antara Komunitas Film Montase (Montase Productions), DictiArt Lab, dan Museum Dullah. Acara pemutaran ini dihadiri beberapa kalangan, seperti pejabat Kemendikbud, jurnalis, akademisi, mahasiswa, pelajar, seniman, kurator seni, keluarga pejuang, serta masyarakat umum. Turut meramaikan pula beberapa tokoh kondang, yakni sastrawan Remy Sylado dan sejarawan Rusdhy Hoesein. Diputarnya film ini dimaksudkan pula untuk membangkitkan rasa nasionalisme terhadap sejarah nasional bangsa Indonesia.
Film dokumenter pendek arahan Agustibus Dwi Nugroho ini adalah sebuah kisah unik yang terjadi pada masa perang kemerdekaan RI. Tepatnya, Agresi Militer Belanda II, pada tahun 1948 di Yogyakarta. Kala itu, sekelompok anak-anak berusia 11-15 tahun, murid pelukis terkenal Dullah, melukis momen-momen perang secara on the spot (langsung). Setidaknya ada 84 lukisan kecil yang dihasilkan. Semuanya menggambarkan momen penting, seperti masa kedatangan dan pendudukan Belanda, serta masa gerilya para pejuang kemerdekaan.
Karya-karya ini menarik untuk dibincangkan karena memiliki nilai sejarah dan patut diapresiasi tinggi. Melalui karya seni lukis anak-anak ini, kita bisa melihat masa perjuangan mempertahankan kemerdekaan melalui perspektif estetis. Keberanian, semangat, dan kecerdikan mereka menjadi inspirasi bagi pembuat film untuk mengemasnya dalam medium film. Metode wawancara narasumber sangat dominan digunakan, seperti sejarawan, kurator dan pengamat seni, keluarga dan para murid Dullah, serta keluarga dari para pelukis cilik tersebut. Informasi lebih lengkap tentang film dokumenter Paintings of War, termasuk apreasiasi dan penghargaan filmnya, bisa dilihat dalam link ini.

Setelah screening, dilanjutkan dengan diskusi yang dimoderatori oleh Oscar Motuloh. Dalam kesempatan ini pula hadir dua narasumber, yakni Mikke Susanto (Kurator Seni) mewakili DictiArt Lab dan Agustinus Dwi Nugroho (Sutradara Paintings of War) yang mewakili Montase Productions. Perwakilan dari Museum Dullah, Eka Putra Bhuwana juga berkesempatan memberikan penjelasan dan background pelukis Dullah, guru dari para pelukis cilik tersebut. Dua narasumber menjelaskan ide dasar pembuatan film serta proses produksinya yang berlangsung selama 2 tahun.
Antusiasme dari para peserta sangatlah luar biasa. Secara umum, mereka menanyakan bagaimana proses kreatif dari pembuatan film dokumenter ini hingga bagaimana mencari arsip/dokumen dan narasumber, serta bagaimana respon pemerintah terhadap karya seni lukis semacam ini. Diskusi pun berlanjut selepas acara, banyak dari peserta ternyata tertarik pada film bertema sejarah macam ini dan mengajak kerja sama untuk membuat film dokumenter sejeni. Beberapa jurnalis juga melakukan wawancara antara lain dari majalah Historia, Tempo, dan kontributor Kompas muda online. Komunitas Film Montase turut berbangga bisa terlibat dalam event besar semacam ini karena tidak hanya semata untuk memperluas jaringan berbagai bidang seni, namun sekaligus pula memberi dukungan bagi perfilman kita.
Repoter: Dwi Nugroho